Detik.com - Sepakbola menjadi cabang olahraga paling populer di dunia. Saking
populernya, olahraga yang satu ini ibarat 'wabah' di berbagai dunia.
Tidak heran, setiap kali perhelatan Piala Dunia digelar, perhatian dunia
tertuju ke event akbar tersebut.
Di Eropa, cabang olahraga
sepakbola sudah menjadi industri yang menggiurkan. Triliunan rupiah
dihamburkan pada pemilik modal untuk meraih untung dari bisnis industri
ini. Gaji para pemainnya pun mengalahkan rata-rata gaji pemimpin dunia.
Namun tahukah Anda, jika olahraga 'si kulit bundar' ini pernah menjadi kontroversial di dunia Islam?
Pakar
sejarah Islam Tiar Anwar Bachtiar mengatakan, sebagaimana olahraga
lainnya, sepakbola tidak ada masalah dalam Islam. Islam sangat mendorong
umatnya untuk sehat dan berolahraga. Kontroversial sepakbola di dunia
Islam lebih karena pergeseran dari sepakbola sebagai olahraga menjadi
'komoditas politik' yang kemudian saat ini menjadi 'komoditas industri'.
"Kontroversi itu memang pernah ada. Karena kan sepakbola itu
dianggap dari Barat. Olahraga tidak ada masalah dalam Islam. Namun saat
itu dipertandingkan, dan dari barat. Sebelumnya olahraga tidak pernah
dipertadingkan dalam Islam," ujar Tiar saat berbincang dengan
detikramadan, Selasa (1/7/2014).
Menurut pria yang sedang
menempuh program doktoral sejarah Islam di Universitas Indonesia (UI)
ini, sepakbola terutama menjadi persoalan setelah Barat menggelar
olimpiade di mana salah satu cabang yang dipertandingkan adalah
sepakbola. Sepakbola bergeser, dari sebuah olahraga menjadi 'komoditas
politik'. Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno kala itu bersuara
keras terhadap dominasi Barat dan kapitalisme di dunia.
Pesta
olahraga dunia yang dihelat Barat ketika itu dilihat Soekarno sebagai
propaganda politik. Untuk menegaskan posisi politik negara-negara Asia
Afrika, Soekarno menggelar Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau
Games of the New Emerging Forces yang sering dikenal GANEFO pada akhir
tahun 1962. GANEFO menjadi tandingan olimpiade ala Barat.
GANEFO menegaskan pandangan bahwa politik tidak bisa dipisahkan dengan
olahraga, bertentangan dengan doktrin Komite Olimpiade Internasional
(KOI) yang memisahkan antara politik dan olahraga. Penegasan pandangan
GANEFO itu tercermin dalam sikap Soekarno yang tidak mengundang Israel
sebagai peserta.
"Karena olimpade perhelatan dunia itu adalah
simbol kemenangan Barat. Negara-negara yang bergabung dalam GANEFO
banyak negara muslim. Penegasan simbol kemenangan Barat, karena memang
olimpiade itu dihelat tak lama setelah Khilafah terakhir Turki Ustmani
runtuh," jelas Tiar.
"Jadi persoalan sepakbola di dunia Islam
bukan dari olahraganya, tapi aspek politisnya. Indonesia ikut Piala
Dunia tahun 1938 karena masih dikuasai Belanda, ada yang lain oleh
Inggris. Jadi mereka menggalang, seakan ingin menunjukkan mereka bangkit
setelah di bawah Turki Ustmani," ucap Ketua Pemuda PP Persatuan Islam
(Persis) ini.
Saat ini, lanjut dia, sepakbola telah bergeser
dari 'komoditas politik' menjadi 'komoditas ekonomi'. Sepakbola menjadi
industri karena masuknya ekonomi dan pemilik modal. Dalam dimensi ini
kata dia, justru pemilik modal muslim banyak yang masuk dalam industri
sepakbola.
"Maka rumusnya kapitalis, siapa yang punya modal, dia
bisa masuk ke dunia itu. Justru banyak orang-orang Arab yang kaya, yang
banyak beli saham-saham sepakbola di Barat. Meski masih menunjukkan
unsur kapitalis Barat," pungkasnya.